Segala Kebenaran Milik Tuhan

Love For All Hatred For None

Minggu, 07 Juni 2009

Pimpinan Jamaah Islam Ahmadiyah Internasional: Kredit Macet dapat Mengarah pada Perang Dunia


Pemimpin Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, tadi malam menyampaikan peringatan penting mengenai krisis keuangan global saat ini dalam pesannya di Konferensi Perdamaian Tahunan ke 6 yang diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah Masjid Baitul Futuh di Morden. Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 425 peserta non Ahmadiyah, dari seluruh komponen masyarakat, beberapa diantaranya juga diminta untuk menyampaikan pidatonya pada acara tersebut.

Rafiq Hayat, Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Inggris, membuka acara tersebut dengan menyambut para peserta. Ia menyampaikan bahwa ada kebutuhan penting di masyarakat untuk memahami keyakinan dan kepercayaan satu sama lain, dan hanya melalui pemahaman bersama tersebut perdamaian dapat dicapai.
Siobhain McDonagh, MP Mitcham dan Morden, mengatakan bahwa Islam bukan hanya sekedar agama, namun merupakan ‘jalan hidup’. Nilai intinya, katanya, adalah ‘kebenaran dan keadilan’, dan kedua hal tersebut tercermin dari komitmen Jemaat Ahmadiyah untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Menteri Kemasyarakatan dan Pemerintahan Lokal Shadow, Justine Greeting, mengatakan bahwa membangun ‘pemahaman, toleransi dan respek’ merupakan faktor kunci untuk mencapai perdamaian. Ia menyebutkan, kelompok-kelompok yang berbeda harus memfokuskan diri pada persamaan yang ada daripada membesarkan perbedaan yang sedikit. Ia menyimpulkan dengan menyatakan bahwa ia bangga bahwa Jemaat Ahmadiyah Inggris berada di wilayahnya, dan merupakan suatu kehormatan baginya untuk mengundang Hadhrat Mirza Masroor Ahmad ke parlemen Oktober lalu.
Chris Grayling, Sekretaris Shadow untuk MP Epsom dan Ewell, menyampaikan salam dari Pemimpin Oposisi, David Cameron. Grayling menyampaikan penghargaannya kepada Jemaat Ahmadiyah, karena mereka juga ‘melihat keluar, bukan hanya kedalam’. Ia mengacu pada komitmen jangka panjang Jemaat terhadap kemanusiaan melalui kegiatan sosial seperti “save the Children” dan Rumah Sakit Great Ormond. Ia menutup pesannya dengan menyampaikan harapan agar umat Muslim, Yahudi, Kristen, Hindu dan agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai dan penuh toleransi.
Baroness Emma Nicholson MEP, menyampaikan keprihatinannya terhadap serangan yang dihadapi oleh Ahmadiyah di negara2 seperti Pakistan. Ia menyatakan, bahwa ia sering menerima berita mengenai Ahmadi yang terbunuh atau ditangkap karena masalah keyakinan, dan ia juga turut berduka untuk itu. Sebagai seorang propagandis hak asasi manusia, Nicholson menyimpulkan, bahwa serangan terhadap Ahmadiya adalah merupakan “kesalahan besar, kita akan berusaha mencari jalan keluarnya.”
Pesan yang disampaikan oleh Kalifah ke V Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad disampaikan pada pukul 19.45. Dalam pidatonya selama tiga puluh lima menit, beliau memberikan komentarnya terhadap hambatan dalam mencapai perdamaian abadi, krisis keuangan global, kegagalan dari PBB dan meningkatnya konflik di berbagai belahan dunia.

Beliau membuka pidatonya dengan menyampaikan bahwa kita sangat ‘menginginkan’ kedamaian, bahkan politisi sangat terbatas kemampuannya untuk mencapai perubahan yang meluas dan dapat dipertahankan. Beliau mengatakan:
“Walaupun kita memiliki keinginan untuk mencapai perdamaian, kita tidak memiliki kemampuan untuk mengukurnya. Namun demikian, walaupun kita mengharapkan perdamaian dunia, keterbatasan kita menghalangi kita untuk mencapainya”
Beliau menyebutkan bahwa beberapa orang dibatasi oleh kebijakan pemerintah atau partai politik. Yang lainya sebenarnya tidak dibatasi oleh kebijakan namun karena sifat mereka yang egois, mereka hanya mengurusi apa yang menjadi kepentingan mereka saja. Hal ini, katanya, adalah juga menjadi masalah di Timur dan Barat, di Utara dan Selatan. Keegoisan merupakan sifat yang terdapat diantara Muslim, Kristen, dan penganut agama lain ataupun yang tidak beragama.
Beliau juga kemudian menggambarkan bagaimana perdamaian dapat dicapai melalui cara Islam. Beliau mengutip ayat Al Quran yang berhubungan dengan kesabaran sebagai sifat moral yang utama. Beliau mengatakan bahwa sekitar 70 juta orang meninggal pada Perang Dunia ke 2 adalah rakyat sipil. Kalau saja, manusia mau belajar bersabar, pasti bencana dapat dihindari. Kesalahan yang sama sedang terulang lagi pada saat ini. Beliau berkata:
“Umat manusia harusnya belajar dari kesalahannya, sayangnya, saat ini manusia gagal untuk itu. Bahkan mereka yang menyebut dirinya Muslim, ternyata juga menumpahkan darah, dan juga mereka yang bekerja dengan alasan mempertahankan perdamaian… Sementara kita mencoba untuk menutup wajah kita, kita dipaksa untuk menyaksikan pemandangan mengerikan yang mengguncang manusia hingga ke batinnya.”
Berkomentar tentang PBB, beliau mengatakan, bahwa PBB adalah organisasi yang didirikan dengan prinsip dasarnya untuk membangun dan mempertahankan perdamaian dan keamanan diseluruh dunia. PBB telah gagal untuk mencapai tujuan tersebut karena kurangnya rasa keadilan dalam kaitannya dengan para negara anggota. Merujuk ke Jepang, sebagai contoh negara maju yang makmur, beliau mengatakan, walaupun di negara tersebut menganut asas keterbukaan, namun pada tingkatan individu, frustrasi dan keterbatasan bisa terasa. Mengenai PBB beliau melanjutkan:
“PBB dibentuk untuk menciptakan perdamaian, namun upayanya untuk membawa perdamaian pada Negara-negara yang bersengketa, tidak pernah mencapai keberhasilan sebagaimana seharusnya… PBB gagal untuk mempengaruhi Negara adikuasa dan karenanya instabilitas semakin meningkat. Kita tidak dapat menutup mata terhadap hal ini. Penyebab Perang Dunia adalah instabilitas dan perang-perang kecil."



Beliau menutup pesannya dengan menganalisis krisis financial yang sedang terjadi dan membandingkannya dengan Depresi Besar tahun 1929. Banyak persamaan antara krisis tahun 1929 dan krisis yang terjadi saat ini. Kedua krisis tersebut dimulai di AS dan pengaruhnya terasa sampai keseluruh dunia. Industri dipaksa untuk mengurangi produksinya di tahun 1929, dan itu juga terjadi sekarang. Pengurangan tersebut memiliki efek yang berat. Perdagangan di level internasional menurun, pada level domestik perusahaan-perusahaan gulung tikar atau menghadapi penurunan keuntungan yang cukup besar, dan pada level individu terjadi PHK dan mereka harus kehilangan rumah mereka.
Depresi Berat di tahun 1929 diikuti oleh Perang Dunia ke 2, dimana jutaan manusia tidak berdosa kehilangan hidup mereka. Beliau berkata bahwa setelah Depresi tersebut, apapun sumber kemakmuran yang tersedia kemudian dialihkan kepada beberapa pihak, yang menyebabkan pengkotak2an dan perselisihan. Selanjutnya konflik pada skala kecil muncul di Eropa dan Asia. Semua faktor inilah yang mengarahkan kepada terjadinya Perang Dunia ke 2.
Beliau mengingatkan bahwa saat ini dunia sedang mengarah pada jalan yang sama seperti dulu. Walaupun bank diberi bantuan, namun ratusan jutaan dolar digunakan untuk memberikan bonus pada kalangan elit. Konflik muncul di seluruh dunia, terutama di Timur Tengah, Asia Selatan dan Eropa Timur.




Beliau mengungkapkan harapannya agar dunia dapat belajar dari kesalahannya dimasa lalu dan menghindari perang di masa depan karena akibatnya akan sangat mengerikan dan dahsyat. Beliau berkata:
“Pemerintah, para pemilik modal dan PBB harus memahami tanggung jawab mereka. Mereka harus memenuhi kebutuhan terhadap keadilan dan memberi sesuai dengan hak masing-masing pihak. Mereka harus berfikir, membebaskan dan menemukan penyelesaian masalah berdasarkan rasa keadilan. Mereka harus menyingkirkan egoisme untuk mencapai perdamaian. Dan yang lebih penting, mereka harus memenuhi hak terhadap Pencipta mereka dan menghindari kemurkaanNya.”
Setelah pidato utama, para tamu menikmati hidangan makan malam dan berkesempatan untuk bertemu dengan Beliau. Banyak tamu berkomentar memuji mengenai kualitas pidatonya dan meminta doa darinya. Tamu lainnya mengatakan bahwa ia penganut Kristen dan ia berkomentar bahwa apabila ajaran Beliau diikuti, tentunya dunia akan berubah menjadi lebih baik. Acara tersebut ditutup dengan kesempatan pers dan media untuk bertemu dengan beliau. Diskusi yang terjadi selanjutnya mencakup beberapa masalah, terutama mengenai instabilitas politik dan sosial yang kini terjadi di Pakistan. (Damayanti Natalia)
Diterjemahkan dari: Alislam.org